Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma| Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat |

Museum Geusan Ulun

Nama resmi museum ini adalah Museum Prabu Geusan Ulun, berada di dalam kompleks Gedung Negara atau Kantor Bupati Sumedang, menghadap ke arah alun-alun Sumedang. Sejarah museum ini bermula ketika pada tanggal 22 september 1912 Pangeran Aria Soeria Atmadja, Bupati Sumedang (1882 – 1919) pada waktu itu membuat surat wasiat wakaf. Beliau mewakafkan barang-barang kepunyaan beliau pribadi, dan barang peninggalan dari para leluhur Sumedang (sepintas udah kami singgung tadi pas jelasin kenapa ada Monumen Lingga di tengah alun-alun).



Nah, dilanjutin ceritanya, pada tahun 1950 para ahli waris Pangeran Aria Soeria Atmadja setelah menerima barang/ benda wakaf tersebut segera membentuk Yayasan Pangeran Aria Soeria Atmadja (Yayasan P.A.S.A akte notaris Mr Soedja no.59 tanggal 28 Agustus 1950). Untuk lebih baik lagi dalam mengurus barang wakaf ini berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Sumedang tanggal 26 Maret 1953 N0 29/1953 dibentuk Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) dengan akte notaris Mr Tan Eng Kiam nomor 98 tanggal 21 april 1955. Setelah semua barang – barang pusaka peninggalan leluhur terkumpul maka di simpan pada gedung Gendeng Karena Gendeng adalah tempat tersimpannya benda-benda pusaka utama, maka Gendeng dianggap “Rumah Pusaka”. Untuk melestarikan benda – benda wakaf tersebut Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) merencanakan untuk mendirikan sebuah Museum. Karena banyak sekali benda-benda peninggalan tersebut yang dapat dijadikan untuk tujuan kegiatan museum sebagai upaya pengembangan kegiatan Yayasan yang dapat bermanfaat bagi para wargi Sumedang khususnya dan masyarakat Sumedang pada umumnya. Maka pada tanggal 11 Nopember 1973 Gedung Waditra atau Gedung Gamelan ini diresmikan sebagai bangunan Museum maka berdirilah Museum Wargi-Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) yang pada mulanya dibuka hanya untuk di lingkungan para wargi keturunan dan seketurunan Leluhur Pangeran Sumedang. Museum Wargi –YPS ternyata mendapat respon yang baik dari para wargi Sumedang demikian juga respon yang baik ini datang dari masyarakat Sumedang.

Pada tanggal 7 – 13 Maret 1974 di Sumedang diadakan Seminar Sejarah Jawa Barat yang dihadiri oleh para ahli-ahli sejarah Jawa Barat. Pada kesempatan yang baik itu Sesepuh YPS dan Sesepuh Wargi Sumedang mengusulkan untuk memberi nama Museum YPS yang disampaikan pada forum Seminar Sejarah Jawa Barat. Dan salah satu hasil dari Seminar Sejarah Jawa Barat tersebut dapat diputuskan dan ditetapkan untuk memberi nama Museum YPS, diambil dari nama seorang tokoh yang karismatik yaitu Raja pertama dan terakhir Kerajaan Sumedanglarang yang bernama “Prabu Geusan Ulun”. Maka pada tanggal 13 Maret 1974 Museum YPS diberi nama menjadi Museum “Prabu Geusan Ulun Yayasan Pangeran Sumedang.” (sumber kami ambil dari http://museumgeusanulun.blogspot.com).

Informasi pertama bagi kawan-kawan yang ingin mengunjungi museum ini, tiketnnya sangat terjangkau, yaitu Rp. 3.000,- bagi dewasa, Rp. 2.000,- bagi anak-anak dan Rp. 10.000,- bagi turis asing. Trus jadwal kunjungannya dari hari Sabtu – Kamis mulai dari jam 08.00 – 16.00, hari Jum’at dan hari libur nasional tutup. Hari Minggu tetap buka. Setelah membeli tiket dan mengisi buku tamu, biasanya kita akan didampingi oleh seorang pemandu, dan biasanya (atau memang semuanya kami kurang tau) pemandu tersebut masih keturunan dari pengelola Yayasan, tentunya juga masih keturunan dan kerabat Kerajaan Sumedanglarang. Nah, kalo kawan-kawan ngiranya tulisan kami ngaco bisa langsung nanya tuh sama kerabatnya langsung, setelah itu kasi tau kami ya…hehe, dimarahin juga gapapa karena ngasi info yang keliru…huhuhu… Museum ini terdiri dari enam gedung, yaitu gedung SRIMANGANTI, gedung BUMI KALER, gedung PUSAKA, gedung GENDENG, gedung GAMELAN dan gedung KERETA.

Baiklah, setelah membeli tiket masuk ada beberapa peninggalan di gedung tempat awal kita memulai perjalanan wisata museum itu, ada wayang golek yang gedenya segeda Maman Abdurahman (pemain PERSIB tea, gede banget kan…^^) trus ada meja dan tempat tidurnya Pangeran jaman dulu, lukisan dan lain sebagainya. Gedung pertama ini disebut gedung Srimanganti yang didirikan tahun 1706. Setelah dari gedung Srimanganti, kawan-kawan akan dibimbing ke gedung Bumi Kaler (ngucap “Kaler” nya huruf “e” nya seperti kita menyebut makanan “dendeng”). Isi gedung Bumi Kaler ini adalah manuskrip, naskah-naskah kuno dan lain sebagainya, termasuk wayang-wayang kuno, dari wayang kulit sampai wayang golek, (wayang orang yang ga ada…^^)…(aduuh foto-fotonya mana ya, maap kawan-kawan, di edisi Sumedang kedua deh diupload lagi, maap-maap ya..^^).

Dari situ kita dibimbing ke gedung Pusaka. Gedung ini merupakan gedung baru, dimana pemrakarsa pembuatan gedung ini adalah oleh Hj. Rd. Ratjih Natawidjaja (ibu dari Prof. Dr. Ginandjar Kartasamita). Dari namanya kita sudah tau lah apa isinya, pusaka plus satu mahkota yang konon katanya pernah dipinjam oleh Paramitha Rusadi pas pernikahan. Gedung Pusaka didirikan tahun 1990 dan selesai tahun 1997. Dari gedung Pusaka kami ke gedung Gendeng (ini yang kami lupa, ngucap “Gendeng”, apakah huruf “e” nya seperti kita mengucap makanan “rendang” ataukah seperti kita mengucap makanan “dendeng”, nantilah ditanyain lagi). Gedung Gendeng didirikan tahun 1850 pada masa pemerintahan Pangeran Soeria Koesoemah Adinata atau Pangeran Sugih. Isinya berupa pusaka-pusaka jaman dulu. (btw, fotonya ilang juga, haha, janji upload bareng sama janji-janji yang di atas yak…^^). Berikutnya ke gedung Gamelan. Gedung ini merupakan gedung pertama sejak menjadi Yayasan Museum Prabu Geusan Ulun (MPGU), didirikan tahun 1973 oleh Pemda Sumedang dengan mendapatkan sumbangan dari Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, Ali Sadikin. Sebelumnya, MPGU telah memiliki tiga gedung, yaitu Gedung Srimanganti, Gedung Bumi Kaler dan Gedung Gendeng. Setelah dari gedung Gamelan terakhir ke gedung Kereta. Gedung Kereta ini gedung paling baru dari MPGU, didirikan tahun 1996. Gedung kereta berisi kereta-kereta peninggalan Pangeran Sumedang beserta dengan replikanya. Satu jam petualangan di dalam museum. Jam menunjukkan pukul 15.00 WIB. Sudah sore rupanya, perjalanan dilanjutkan ke makam salah satu Pahlawan Nasional Wanita, Cut Nyak Dien.

0 comments:

Post a Comment

Indonesia Barat